Setiap kecerdasan, entah itu kecerdasan otak, emosional, spiritual atau kecerdasan mental tidak bisa didapatkan secara instan. Butuh ditanam atau diasah semenjak dini, sebgaimana seorang bayi yang ketika lahir tidaklah langsung bisa membaca atau berhitung atau langsung fasih membaca Al-Qur’annya. tentunya membutuhkan latihan agar kecerdasan itu dibentuk.
Lalu, bagaimana Cara mencerdaskan anak mental?
1. Bangun kecerdasan mental anak semenjak dini.
Sebagian orang mengatakan melatih kecerdasan mental itu bukan hanya semenjak dini atau masih kecil akan tetapi semenjak anak didalam kandungan, bahkan ada juga yang mengatakan semenjak memilih pasangan. karna bisa jadi kecerdasan mental anak ini bisa menuruni dari kecerdasan pasangan yang dipilihnya bahkan menuruni dari kecerdasan bapak atau kakeknya. Melatih kecerdasan anak sejak dini, setelah pasangan menikah kemudian berhubungan kemudian sang istri hamil, mulai dari sini sudah dibentuk kecerdasan mental anak. menjaga emosional sang ibu saat hamil maka ini adalah usaha atau melatih kecerdasan mental anak semenjak dikandungan. Peran ayah yang senantiasa mengalah dan pengertian ketika ibu tengah hamil bisa jadi membuat emosional ibu yang tengah hamil stabil.
2. Membiasakan anak untuk disiplin sejak dini.
Perlu diketahui bahwa berbeda antara kedisiplinan dan ketegasan dengan kekerasan dan kekasaran. Mungkin orangtua berpikir ketegasan itu kasar atau kasar itulah ketegasan dan kekerasan itu disiplin atau kedisiplinan itulah kekerasan. Menerapkan prinsip kemiliteran dalam mendidik kedisplinan anak tidak mesti akan menghasilkan hal yang positif. Bisa jadi dengan hal itu malah membuat anak menjadi keras, kaku dan otoriter.
Beda kasar dengan disiplin atau tegas, kalau kasar identik dengan kekerasan fisik seperti suara yang tinggi dengan mata melotot tangan dan kaki pun ikut bergerak. Disiplin itu bisa diterapkan dengan muka serius mengatakan tidak kemudian diberikan alasan pada anak, ini sudah merupakan bentuk ketegasan. walaupun anak nangis dalam kondisi ini maka kita katakan tidak pada anak tanpa perlu mengangkat suara dan melakukan kekerasan fisik kepada anak.
3. Melatih anak agar bisa memilih dan menentukan.
Kenapa kita harus melatih anak bisa memililh dan menentukan? Ini bertujuan agar anak dapat menentukan sikap dalam menentukan suatu pilihan dan dapat melatih anak untuk berani mengambil resiko atas pilihanya. Dalam hal ini bukan berati orangtua melepas begitu saja anak untuk menentukan, akan tetapi orangtua harus tetap memberikan arahan dan edukasi kepada anak atas pilihanya sebelum menentukan.
4. Membangun motivasi dan optimisme pada anak.
Membangung sifat optimisme dan motivasi pada anak ini dianjurkan asalkan tidak terlalu berlebihan dan tidak mengarah kepada sifat sombong.
5. Latih anak sanggup menghadapi kesulitan/masalah.
Setiap kita, baik anak-anak maupun orang dewasa pasti akan menghadapi kesulitan. Jika kita hidup pasti akan menghadapi kesulitan. Baik kesulitan ekonomi, masalah studi, interaksi sosial, masalah dalam rumah tangga, masalah di kantor pasti kesulitan itu akan dihadapi. Tugas kita adalah melatih anak agar sanggup menghadapi kesulitan. Ketika anak sedang menghadapi masalah jangan buru-buru membantu anak, tapi berilah kesempatan anak untuk mengatasinya sendiri. Membiarkan anak menghadapi masalah sendiri adalah agar anak mampu mandiri dalam mengatasi masalah dan tidak tergantung kepada orang lain. Tentunya kita telah mengetahui kemampuan sang anak mampu mengatasi masalah itu sebelum membiarkan anak mengatasi masalahnya.
6. Ajarkan anak untuk bangkit dan tetap tegar ketika jatuh/gagal.
Kegagalan pasti akan dialami setiap orang, baik kegagalan dalam bisnis, nilai akademis dan lainya. Tidak mungkin setiap orang itu akan mengalami sukses terus. ketika kegagalan yang terjadi pasti ada reaksi, misalnya ketika belajar terus ternyata hasil belajarnya tidak memuaskan. ini adalah hal yang wajar, namun disinilah peran orangtua agar anak bisa bangkit dan tetap tegar dalam menghadapi kegagalan. karena kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. jangan mudah takut gagal, karna gagal itu biasa.
7. Latih anak mampu menganalisa kegagalannya.
Ketika mengalami kegagalan latih anak untuk menganalisa kegagalanya. Jangan jadi orangtua yang malah mengejek anak ketika gagal. Misal, ketika anak tidak berprestasi malah berkata “Dasar anak bodoh!”, anak yang sedang gagal sudah jatuh mentalnya jika ditambah dengan perkataan yang kurang baik maka mental anak malah makin jatuh. Latih anak menganalisa dengan mengajak bicara dengan bertanya akan masalahnya. kemudian orangtua mengarahkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh anak agar diperbaiki.
8. Orangtua harus menjadi contoh.
Bagaimana mungkin seorang anak memiliki mental yang tangguh kalau orangtuanya memiliki mental kerupuk kehujanan. Jika orangtua mentalnya sedang jatuh, jangan tunjukan hal tersebut di hapadan anak-anak kita. Karna dengan begitu mental akan kitapun akan jatuh dengan melihat orangtuanya.
Nah, semoga kita bisa mengimplementasikan kiat-kiat di atas dalam mencerdaskan mental anak. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. Semoga bermanfaat ya, Mom.
This Post Has One Comment