1. Pengertian
Spondylosis merupakan kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif pada sendi intervertebralis antara corpus dan diskus. Spondylosis merupakan kelompok osteoarthritis yang juga dapat menghasilkan perubahan degeneratif pada sendi-sendi sinovial sehingga dapat terjadi pada sendi-sendi apophyseal tulang belakang. Secara klinis, kedua perubahan degeneratif tersebut seringkali terjadi secara bersamaan.
Spondylosis lumbal merupakan gangguan degeneratif yang terjadi pada corpus dan diskus intervertebralis, yang ditandai dengan pertumbuhan osteofit pada corpus vertebra tepatnya pada tepi inferior dan superior corpus. Osteofit pada lumbal dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri pinggang karena ukuran osteofit yang semakin tajam (Bruce M. Rothschild, 2009). Menurut Statement of Principles Concerning (2005), spondylosis lumbar didefinisikan sebagai perubahan degeneratif yang menyerang vertebra lumbar atau diskus intervertebralis, sehingga menyebabkan nyeri lokal dan kekakuan, atau dapat menimbulkan gejala-gejala spinal cord lumbar, cauda equina atau kompresi akar saraf lumbosacral.
Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur tulang yang terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan L5 – S1. Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah diskus intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum).
2. Etiologi
Spondylosis lumbal muncul karena adanya fenomena proses penuaan atau perubahan degeneratif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini tidak berkaitan dengan gaya hidup, tinggi-berat badan, massa tubuh, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol.
Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki.
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah:
a. Kebiasaan postur yang jelek
b. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.
c. Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal.
a. Faktor usia
Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% – 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan
Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.
c. Peran herediter
Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.
d. Adaptasi fungsional
Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.
3. Patologi
Salah satu aspek yang penting dari proses penuaan adalah hilangnya kekuatan tulang. Perubahan ini menyebabkan modifikasi kapasitas penerimaan beban (load-bearing) pada vertebra. Setelah usia 40 tahun, kapasitas penerimaan beban pada tulang cancellous/trabecular berubah secara dramatis. Sebelum usia 40 tahun, sekitar 55% kapasitas penerimaan beban terjadi pada tulang cancellous/ trabecular. Setelah usia 40 tahun penurunan terjadi sekitar 35%. Kekuatan tulang menurun dengan lebih cepat dibandingkan kuantitas tulang. Hal ini menurunkan kekuatan pada end-plates yang melebar jauh dari diskus, sehingga terjadi fraktur pada tepi corpus vertebra dan fraktur end-plate umumnya terjadi pada vertebra yang osteoporosis.
Cartilaginous end-plate dari corpus vertebra merupakan titik lemah dari diskus sehingga adanya beban kompresi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada cartilaginous end-plate. Pada usia 23 tahun sampai 40 tahun, terjadi demineralisasi secara bertahap pada cartilago end-plate. Pada usia 60 tahun, hanya lapisan tipis tulang yang memisahkan diskus dari channel vaskular, dan channel nutrisi lambat laun akan hilang dengan penebalan pada pembuluh arteriole dan venules. Perubahan yang terjadi akan memberikan peluang terjadinya patogenesis penyakit degenerasi pada diskus lumbar. Disamping itu, diskus intervertebralis orang dewasa tidak mendapatkan suplai darah dan harus mengandalkan difusi untuk nutrisi.
Pada lumbar spine bagian atas, degenerasi mulai terlihat pada awal level I dengan fraktur end-plate dan herniasi diskus, kaitannya dengan beban vertikal yang esensial terhadap segmen tersebut. Penyakit facet mulai terjadi pada lumbar spine bagian atas. Pada lumbal spine bagian bawah, perubahan diskus mulai terjadi pada usia belasan tahun terakhir, dan perubahan facet terjadi pada middle usia 20-an. Secara khas, lesi pertama kali terjadi pada L5 – S1 dan pada L4 – L5.
Perubahan degenerasi pada synovial dan intervertebral joint dapat terjadi secara bersamaan, dan paling sering terjadi pada lumbosacral joint. Spondylosis dan perubahan arthrosis yang melibatkan seluruh segmen gerak sangat berkaitan dengan faktor usia dan terjadi sekitar 60% pada orang-orang yang lebih tua dari usia 45 tahun.
Keluhan nyeri pinggang pada kondisi spondylosis lumbal disebabkan oleh adanya penurunan space diskus dan penyempitan foramen intervertebralis. Adanya penurunan space diskus dan penyempitan foramen intervertebralis dapat menghasilkan iritasi pada radiks saraf sehingga menimbulkan nyeri pinggang yang menjalar. Disamping itu, osteofit pada facet joint dapat mengiritasi saraf spinal pada vertebra sehingga dapat menimbulkan nyeri pinggang
4. Gambaran Klinis
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus intervertebralis, sacroilisacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur myofascial didalam axial spine.
Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal melalui pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular inferior, herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang.
Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat meningkatkan nyeri.